Petani karet di Indragiri Hulu (Inhu) masih menghadapi kendala saat melakukan peremajaan karet karena hasil karet rendah dan kesejahteraan sulit meningkat.
Saat ini, sekitar 10.000 hektar lahan karet di Kabupaten Inhu berusia tua. Para petani karet yang kesulitan memperbaharui kebun adalah petani karet kecil dengan luas kebun antara 1-2 hektar. Usia pohon karet mereka umumnya lebih dari 25 tahun dan hasil produksi terus menurun setiap tahunnya.
Salah satu petani karet di Desa Kembang Manis, Kecamatan Rengat Barat, Sulaiman (50) dan istrinya Wiwik (40) mengatakan, usia pohon karet di lahan seluas satu hektar miliknya telah lebih dari 25 tahun.
"Jumlah getah karet yang dihasilkan akhir-akhir ini sangat rendah, paling ada delapan kilogram karet basah sehari. Kalau pohon karet masih baik kondisinya, seharusnya bisa menghasilkan sampai dua kali lipat," tuturnya, Minggu (18/8/2017).
Pohon karet mulai menghasilkan getah pada usia tujuh tahun. Pada usia 25 tahun, pohon karet perlu diganti dengan bibit-bibit baru agar hasilnya tetap tinggi. Peremejaan kebun karet membutuhkan biaya tinggi, yaitu sekitar Rp 20-25 juta per hektar. "Biaya ini meliputi penanaman bibit hingga perawatan selama tujuh tahun hingga kebun karet menghasilkan," urainya.
Hal yang sama diutarakan petani karet lainnya, Heri (40). Hingga saat ini, dirinya mengaku belum bisa meremajakan kebun karetnya seluas sekitar satu hektar yang juga telah berusia lebih dari 25 tahun.
Karena hasil kebunnya sendiri sangat minim, Heri mencari penghasilan utama menjadi petani penyadap di kebun milik petani besar di desanya dengan sistem bagi hasil. "Dari menyadap di kebun orang, sebulan saya dapat sekitar Rp 2 juta tiga bulan terakhir ini. Sebelumnya, dapatnya tak lebih dari Rp 1 juta sebulan," ucapnya.
Baik Sulaiman dan Heri mengaku tak punya uang untuk meremajakan kebunnya. Mereka kesulitan mencari pinjaman dari bank karena tidak mempunyai jaminan yang memadai.
Selama ini, mereka mengaku belum pernah memperoleh bantuan pemerintah untuk meningkatkan produktivitas kebun karet. Rendahnya getah yang dihasilkan oleh pohon karet tua membuat petani karet skala kecil kesulitan meningkatkan kesejahteraan.
"Meskipun harga karet saat ambruk Rp7.000 per kilogram, hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Belum bisa untuk menabung," tutur Heri. (yan)(sumber)[right-side]
Saat ini, sekitar 10.000 hektar lahan karet di Kabupaten Inhu berusia tua. Para petani karet yang kesulitan memperbaharui kebun adalah petani karet kecil dengan luas kebun antara 1-2 hektar. Usia pohon karet mereka umumnya lebih dari 25 tahun dan hasil produksi terus menurun setiap tahunnya.
Salah satu petani karet di Desa Kembang Manis, Kecamatan Rengat Barat, Sulaiman (50) dan istrinya Wiwik (40) mengatakan, usia pohon karet di lahan seluas satu hektar miliknya telah lebih dari 25 tahun.
"Jumlah getah karet yang dihasilkan akhir-akhir ini sangat rendah, paling ada delapan kilogram karet basah sehari. Kalau pohon karet masih baik kondisinya, seharusnya bisa menghasilkan sampai dua kali lipat," tuturnya, Minggu (18/8/2017).
Pohon karet mulai menghasilkan getah pada usia tujuh tahun. Pada usia 25 tahun, pohon karet perlu diganti dengan bibit-bibit baru agar hasilnya tetap tinggi. Peremejaan kebun karet membutuhkan biaya tinggi, yaitu sekitar Rp 20-25 juta per hektar. "Biaya ini meliputi penanaman bibit hingga perawatan selama tujuh tahun hingga kebun karet menghasilkan," urainya.
Hal yang sama diutarakan petani karet lainnya, Heri (40). Hingga saat ini, dirinya mengaku belum bisa meremajakan kebun karetnya seluas sekitar satu hektar yang juga telah berusia lebih dari 25 tahun.
Karena hasil kebunnya sendiri sangat minim, Heri mencari penghasilan utama menjadi petani penyadap di kebun milik petani besar di desanya dengan sistem bagi hasil. "Dari menyadap di kebun orang, sebulan saya dapat sekitar Rp 2 juta tiga bulan terakhir ini. Sebelumnya, dapatnya tak lebih dari Rp 1 juta sebulan," ucapnya.
Baik Sulaiman dan Heri mengaku tak punya uang untuk meremajakan kebunnya. Mereka kesulitan mencari pinjaman dari bank karena tidak mempunyai jaminan yang memadai.
Selama ini, mereka mengaku belum pernah memperoleh bantuan pemerintah untuk meningkatkan produktivitas kebun karet. Rendahnya getah yang dihasilkan oleh pohon karet tua membuat petani karet skala kecil kesulitan meningkatkan kesejahteraan.
"Meskipun harga karet saat ambruk Rp7.000 per kilogram, hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Belum bisa untuk menabung," tutur Heri. (yan)(sumber)[right-side]
Post A Comment:
0 comments so far,add yours
Cobalah Meninggalkan Komentar Tentang Pengalaman Kerja Anda !